1. Bakar Tongkang
Masyarakat Tionghoa di Bagan Siapiapi, Riau mengadakan ritual Bakar Tongkang setiap bulan Juni. Tujuan ritual ini adalah untuk mengungkapkan rasa syukur karena para leluhur telah berhasil membawa keluarganya menetap di perantauan hingga saat ini.
Kapal Tongkang ibarat kapal yang membawa leluhur mereka hingga ke Bagan Siapiapi. Para leluhur bertekad untuk tidak kembali ke tanah asalnya dengan membakar kapal yang mereka gunakan untuk tinggal selamanya di Bagan Siapiapi.
Baca Juga : Beberapa Festival Kebudayaan Kamboja Yang Sangat Populer Dan Meriah
Bakar Tongkang dirayakan untuk menghormati Dewa Laut, Ki Ong Yan dan Tai Su Ong yang merupakan sumber dua sisi, antara baik dan buruk, suka dan duka, serta rezeki dan malapetaka. Etnis Tionghoa Bagan Siapiapi percaya bahwa dewa telah membawa para leluhur dengan selamat hingga sampai dan menetap di Kota Bagan Siapiapi akibat terjadinya perang saudara di Tiongkok ratusan tahun yang lalu.
Bakar Tongkang dalam bahasa Tionghoa adalah go ge cap lak yang berarti 15-16 bulan 5 penanggalan Imlek. Manfaat dari tradisi ini bagi masyarakat Tionghoa adalah kesuksesan dalam meniti kehidupan.
2. Balimau Kasai
Tradisi ini dilakukan dalam menyambut bulan Ramadhan di Riau. Balimau artinya mandi dengan menggunakan air yang dicampur jeruk khusus, yaitu jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk kapas. Kasai berarti wangi-wangian yang dipakai saat berkeramas yang dipercaya dapat mengusir rasa dengki yang ada di kepala.
Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Kampar. Tradisi ini juga dilakukan oleh masyarakat Kota Pelalawan yang disebut Balimau Kasai Potang Mamogang. Potang Mamogang berarti menjelang petang.
Tradisi ini berasal dari tradisi penduduk Sungai Gangga India yang menyucikan diri di sungai agar dosa-dosa mereka hilang bersama dengan aliran sungai. Tradisi ini pun berkembang di Indonesia, terutama di Kampar ketika agama Hindu menyebar.
Setelah masuknya agama Islam, tradisi ini masih dilakukan namun dengan tujuan yang berbeda, yaitu menyambut bulan Ramadhan. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan memasuki bulan Ramadhan sekaligus simbol penyucian dan pembersihan diri.
Masyarakat berbondong-bondong menuju pinggir Sungai Kampar. Setelah itu, dilaksanakan acara makan bersama yang disebut dengan makan majamba. Kemudian, dimulailah ritual mandi bersama Balimau Kasai.
3. Pacu Jalur
Pacu Jalur merupakan tradisi yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Jalur adalah perahu besar yang dapat memuat 40-50 orang anak pacu, sedangkan pacu artinya lomba adu cepat. Anak pacu adalah sebutan untuk orang yang mengendarai perahu tradisional tersebut. Jalur dibuat dari sebatang pohon bonio atau kulim kuyian dengan panjang 30 meter. Tradisi ini mirip dengan lomba dayung.
Tradisi ini biasanya dilakukan di Sungai Batang Kuantan dengan panjang lintasan mencapai 1 kilometer yang ditandai dengan enam tiang pancang. Konon, Pacu Jalur telah dilaksanakan sejak abad ke-17.
Banyak ritual yang harus dilalui terlebih dahulu untuk membuat jalur yang akan digunakan. Pertama-tama, kayu yang diambil di hutan diawali dengan upacara persembahan dan semah yang dipimpin oleh seorang pawang. Upacara ini bertujuan agar proses penebangan kayu dapat berjalan lancar yang kemudian kayu ini akan dilayur (diasapi) selama kurang lebih 12 jam.
Proses pengasapan ini dilakukan pada malam hari diiringi dengan upacara adat dan tari-tarian yang dihadiri oleh pemuka masyarakat. Tujuan kayu diasapi adalah agar kayu atau jalur menjadi kering dan tidak berat saat dipacu. Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang Lebaran.
4. Tepuk Tepung Tawar
Tradisi ini adalah tradisi masyarakat Melayu di Kepulauan Riau yang telah ada sejak masa raja-raja zaman dulu. Tradisi ini sebenarnya diambil dari ritual Hindu yang sudah lebih dulu dianut masyarakat Indonesia. Lalu setelah Islam masuk, tradisi Tepung Tawar ini tetap dilaksanakan dengan mengganti ritual pembacaan mantra menjadi pembacaan doa.
Tepung Tawar berarti menghapus segala penyakit yang dilakukan sebagai ungkapan rasa kegembiraan dan syukur atas keberhasilan, hajat, acara, atau niat yang akan atau yang telah selesai dilaksanakan. Orang yang hendak ditepung tawari mula-mula menerima ataupun mengambil ramuan penabur kemudian menaburkannya ke atas atau keliling badan serta dioleskan di tapak tangan sambil berdoa.
Peralatan Tepung Tawar terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu ramuan penabur, ramuan rinjisan, dan pedupaan. Ramuan penabur meliputi beras putih, beras kuning, bertih, dan tepung beras. Keseluruhan bahan tersebut bermakna kebahagiaan.
Ramuana rinjisan yaitu sebuah mangkuk putih berisi air biasa, segenggam beras putih dan sebuah jeruk purut yang telah diiris-iris. Di dalam mangkuk tersebut juga diletakkan sebuah ikatan daun-daunan yang terdiri dari 7 macam daun. Pedupaan terdiri dari kemenyan atau setanggi yang dibakar.